26.7 C
Jakarta
Kamis, November 13, 2025

Wartawan Investigasi

Pencari Bukti Yang Tersembunyi

Dilema Razia Moke di Sikka – Antara Hukum, Budaya, dan Perekonomian Rakyat

Razia minuman keras lokal jenis Moke yang dilakukan oleh aparat Kepolisian Resort Sikka secara rutin, terutama dalam operasi Penyakit Masyarakat (Pekat) atau penertiban peredaran ilegal, merupakan cerminan dari sebuah dilema klasik di banyak daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT): benturan antara regulasi negara yang menganggap Moke (dengan kadar alkohol tinggi) ilegal tanpa izin edar, dengan nilai budaya, sosial, dan ekonomi yang melekat kuat pada minuman warisan leluhur ini.

 

 

Moke: Bukan Sekadar Minuman, Tapi Identitas Budaya dan Ritual
Jauh sebelum menjadi barang yang ‘dirazia’, Moke adalah simbol kearifan lokal.
Simbol Adat dan Persaudaraan: Di Sikka, Moke (atau sering juga disebut Tua) bukan sekadar untuk mabuk-mabukan. Ia adalah “minuman wajib” dalam setiap ritual adat: penyelesaian sengketa, upacara perkawinan, syukuran panen, hingga penyambutan tamu kehormatan. Ia adalah perekat sosial dan penghormatan kepada leluhur.

 

Warisan Turun-Temurun: Proses penyulingan Moke dari nira pohon lontar adalah ilmu yang diwariskan dari generasi ke generasi. Melarangnya secara total sama saja dengan memutus mata rantai warisan budaya yang sudah berumur ratusan tahun, sebuah tindakan yang terasa kontra-produktif dengan semangat pelestarian budaya.

Tinjauan Aspek Ekonomi Rakyat
Bagi masyarakat Sikka, terutama yang tinggal di pedalaman, Moke adalah komoditas ekonomi yang sangat penting.
Sumber Penghasilan: Ribuan keluarga bergantung pada produksi dan penjualan Moke sebagai mata pencaharian utama. Razia yang berujung pada penyitaan dan pemusnahan secara masif otomatis mematikan dapur sebagian besar rakyat kecil.

Potensi Wisata Gastronomi: Pemerintah daerah (setidaknya dalam pernyataan publik) seringkali mengakui potensi ekonomi Moke. Beberapa pihak bahkan sudah berinovasi membuat Moke dengan kemasan dan kadar alkohol terukur (seperti “Moke Legend of Maumere”) untuk menembus pasar nasional dan internasional. Ini menunjukkan ada itikad baik untuk melegalkan dan mengendalikan, bukan mematikan.

 

Alasan dan Dampak Razia oleh Kepolisian
Tentu, razia Moke memiliki dasar hukum dan tujuan yang baik dari sudut pandang Kamtibmas (Keamanan dan Ketertiban Masyarakat).

Faktor Keamanan dan Kriminalitas: Data Kaepolisian sering menunjukkan bahwa 80% tindak kriminal (seperti penganiayaan dan KDRT) di daerah dipicu oleh konsumsi minuman keras, termasuk Moke. Razia bertujuan menekan angka kriminalitas dan kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh konsumsi Moke berlebihan.

Kualitas dan Kesehatan: Karena diproduksi secara tradisional dan tanpa standar, kadar alkohol Moke seringkali sangat tinggi (bisa mencapai 40% atau lebih) dan rawan mengandung zat berbahaya. Razia adalah upaya perlindungan kesehatan masyarakat dari miras oplosan atau yang berlebihan.

Dampak Negatif Razia: Meski tujuannya baik, razia yang agresif sering menimbulkan gejolak sosial. Masyarakat merasa diintimidasi dan warisan budayanya diperlakukan sebagai barang ilegal, padahal yang perlu diatur adalah penyalahgunaannya, bukan eksistensinya.

 

Jalan Tengah yang Realistis: Regulasi, Bukan Eliminasi
Sikap keras kepala untuk hanya merazia tanpa mencari solusi jangka panjang adalah kebijakan yang lelah. Razia hanya bersifat ad-hoc (sementara) dan tidak menyelesaikan akar masalah.
Solusi yang lebih bijaksana harus berada di tengah garis yang mempertemukan kepentingan hukum, budaya, dan ekonomi:
Regulasi Berbasis Kearifan Lokal: Pemerintah Daerah Sikka (Pemda Sikka) seharusnya berani mengambil langkah tegas untuk meregulasi Moke melalui Peraturan Daerah (Perda) yang jelas, seperti yang sudah dilakukan di beberapa daerah di Bali (Arak Bali) atau di NTT sendiri (seperti di Manggarai Timur dengan “Sophia”). Perda harus mengatur:

Standar Mutu dan Kadar Alkohol: Batasan kadar alkohol untuk konsumsi umum dan adat (misalnya di bawah 5% untuk konsumsi umum, dan di atas itu untuk upacara adat atau ekspor).

Pemberian Izin Produksi Terbatas: Menerbitkan izin bagi kelompok produsen Moke tradisional, memberdayakan mereka untuk perbaikan kemasan, sanitasi, dan pengukuran kadar alkohol.

Pembinaan & Pendampingan: Alih-alih merazia, Kepolisian dan Pemda perlu fokus pada pendampingan kepada petani dan penyuling Moke agar mereka beralih ke produksi Moke yang legal, berstandar, dan berlabel. Dana razia lebih baik dialihkan untuk pelatihan dan pengadaan alat ukur alkohol sederhana.

Sosialisasi Diferensiasi: Polisi perlu membedakan dengan jelas antara Moke untuk ritual adat dan Moke yang diedarkan secara liar untuk mabuk-mabukan. Hukuman dan penertiban harus menyasar penyalahgunaan dan peredaran liar, bukan pada eksistensi Moke sebagai produk budaya.

Berita Terkait