Editorial Oleh : Budi Darmawan
Suhu politik menjelang 2024 mulai memanas. Sebab pesta demokrasi lima tahunan ini menjadi pertaruhan sejumlah parati politik untuk merebut kekuasan dan mepertahankan kekuasaan bagi partai politik petahana.
Bumbu bumbu penyedap ditaburkan untuk meraih simpati masyarakat.
Ini memang sedap. Meski makanan instan ini setelah disantap bau kentutnya kemana mana.
Tak terkecuali racun racun juga di tuangkan di kancah demokrasi di Negara Kesatuan Republik (NKRI)
Kalau yang ini ngeri ngeri sedap. Rakyat diracuni isu dan hoaks untuk menjatuhkan lawan.
Tetangga jadi musuhan karena bumbu penyedap dan racun politisi yang hitung hitungan ekonomi.
Ya, semua berdalih untuk kemajuan ekonomi memperkecil kesenjangan sosial.
Semua platform partai politik nyatanya tujuannya sama sejatinya membangun dalam bingkai NKRI sesuai falsafah negara.
Sayangnya setiap usai pergantian pemimpin, saling hujat dan menyalahkan seakan menjadi budaya pasca pesta demokrasi.
Budaya turun temurun saling hujat dan saling menyalahkan. Merasa paling baik di jamannya. Menuduh salah dan buruk bagi pemimpin penerus bangsanya.
Kenyataan itu tak ubahnya mengajarkan anak bangsa (pelajar) untuk membenci siapapun presidennya yang secara defacto dan dejure adalah simbol negara.
Sudahi kampanye hitam seperti itu. Jangan didik anak kita pengecut. jangan ajar anak kita penakut.
Berkompetisilah secara sehat dengan konsep cerdas dan cemerlang tidak menyesatkan generasi bangsa.
Negara ini butuh pembanguan berkelanjutan bukan renovasi tak berkesudahan.