26.1 C
Jakarta
Rabu, April 16, 2025
spot_img

Wartawan Investigasi

Pencari Bukti Yang Tersembunyi

Bukan Salah, Tapi Tetap Disalahkan: Kepala Sekolah Jadi Tumbal Kekuasaan

 

Warta.in – Kasus pencopotan Kepala SDN Sawah Kulon belum juga menemukan akal sehatnya. Kini, setelah gejolak reda di permukaan, muncul fakta-fakta yang membuat alis publik terangkat tinggi:

Tidak ada surat pemberhentian.

Tidak ada edaran resmi tentang pakaian Lebaran.

Usulan sudah diralat sebelum ribut.

Dan ironisnya, masa jabatan kepala sekolah sebenarnya sudah habis sejak 31 Maret. Tapi ia tetap ‘dinonaktifkan’ di 8 April.

Lalu, kalau bukan karena pelanggaran, bukan karena jabatan, apa sebenarnya yang dihukum?

Aktivis Muda: “Ini Bukan Sekadar Kasus, Ini Preseden”

Andry Fernandez, aktivis muda yang vokal sejak hari pertama kasus ini meletup, kembali bersuara:
“Ini bukan cuma janggal. Ini preseden buruk. Bayangkan, kepala sekolah bisa dicopot hanya karena ide dan himbauan tak resmi yang bahkan tak sempat jadi kenyataan karena sudah diralat. Tanpa surat, tanpa evaluasi, tanpa ruang klarifikasi.”
Ia menegaskan, langkah ini bukan hanya mencederai satu orang guru, tapi mengkhianati semangat pendidikan itu sendiri.
“Kalau semua kepala sekolah bisa dicopot hanya karena dianggap salah oleh penguasa, maka kita sedang mengajarkan pada murid bahwa hukum bisa ditekuk dan prosedur cuma formalitas.”

Rekonstruksi Kejadian (Bukan Berdasarkan Rumor, Tapi Bukti):

Usulan Pakaian Lebaran? Iya, Tapi Sukarela.
Hanya disampaikan lewat grup WA. Tidak pernah jadi edaran resmi.

Ada Protes? Ada. Langsung Dibatalkan.
Sekdis pun sempat memberi arahan untuk meralat. Dan kepala sekolah langsung klarifikasi.

Setelah Klarifikasi? Tidak Ada Masalah.
Tidak ada surat peringatan, tidak ada teguran. Tapi… seminggu kemudian, langsung diumumkan nonaktif di media sosial saat kunjungan bupati.

Fakta Paling Aneh: SK Jabatan Sudah Habis.
Masa jabatan PLT Kepala Sekolah berakhir 31 Maret 2025. Tapi dinyatakan dicopot pada 8 April 2025.

Kata Andry Lagi: “Ini Bukan Pemerintahan, Ini Panggung.”

“Saya melihat ini bukan pengelolaan pendidikan. Ini semacam pencitraan jalanan. Siapa cepat tanggap di medsos, siapa lebih tegas di depan kamera. Padahal pendidikan tidak bisa dikelola dengan emosi atau impresi. Harus dengan akal sehat dan prosedur.”
“Kalau yang dipakai cuma amarah dan like-share, maka siapa pun bisa jadi korban berikutnya. Hari ini guru, besok kepala desa, lusa mungkin camat. Lalu kapan negara hadir sebagai pelindung, bukan pelaku?”

Penutup: Suara dari Sawah Kulon

Apa yang terjadi di SDN Sawah Kulon seharusnya jadi refleksi kita bersama. Bahwa integritas pendidikan tidak boleh dikorbankan demi panggung lima menit. Bahwa setiap kepala sekolah, seberapa kecil kampungnya, tetap berhak atas keadilan prosedural.
Dan seperti kata Andry:
“Kita tidak bisa mendidik anak-anak tentang demokrasi dan hukum, kalau kepala sekolahnya saja bisa disingkirkan semudah geser status WA.”

Berita Terkait