Warta.in-Mukomuko, Bengkulu.
Suasana penuh tanda tanya kini tengah menyelimuti masyarakat Kabupaten Mukomuko. Pasalnya, muncul keluhan dari sejumlah pengusaha dan pihak desa terkait pemanggilan dan pemeriksaan oleh aparat penegak hukum (APH) setempat terhadap mereka yang memiliki usaha berbasis sumur bor dan pengelolaan air tanah, seperti penginapan, waterboom desa, maupun unit usaha lainnya.
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa satu per satu pengusaha serta perwakilan desa yang memiliki atau menggunakan sumur bor telah dipanggil dan diperiksa oleh salah satu institusi APH di Mukomuko. Namun, hingga saat ini, tidak ada kejelasan resmi mengenai pelanggaran hukum apa yang sedang diusut. Proses hukum yang sempat mencuat pun tiba-tiba hening dan seolah menguap begitu saja ditelan waktu, tanpa informasi lanjutan kepada publik.
Kades dan Pengusaha: Kami Memang Dipanggil
Seorang kepala desa di wilayah Kecamatan Penarik, yang meminta namanya tidak dipublikasikan, membenarkan bahwa dirinya telah dipanggil oleh APH untuk dimintai keterangan terkait pembangunan fasilitas waterboom desa yang menggunakan air dari sumur bor.
“Iya, kami dipanggil. Saya sendiri sudah diperiksa. Katanya terkait izin air tanah dan penggunaan sumur bor untuk keperluan usaha. Tapi sampai sekarang kami juga tidak tahu kelanjutannya seperti apa. Tidak ada kabar lagi,” ujar sang kades.
Hal senada juga disampaikan oleh seorang pengusaha penginapan yang namanya tidak ingin disebutkan, iya juga mengakui bahwa dirinya sempat dipanggil dan menjalani pemeriksaan.
“Kami waktu itu diminta datang ke salah satu kantor penegak hukum. Ditanya soal sumber air, apakah punya izin atau tidak. Tapi sudah itu saja, tidak ada tindak lanjut. Kami juga bingung, ini mau diproses atau tidak,” ungkapnya dengan nada kecewa.
Potensi Pelanggaran Hukum Terkait Penggunaan Sumur Bor dan Air Tanah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, serta peraturan turunannya, ada sejumlah ketentuan pidana yang bisa dikenakan jika terjadi pelanggaran dalam penggunaan air tanah:
Pasal-Pasal Terkait:
Pasal 70 UU No. 17 Tahun 2019
Setiap orang yang melakukan kegiatan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah tanpa izin dapat dipidana.
Pasal 70 ayat (2)
Ancaman pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
Pasal 36 PP No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah
Setiap pengambilan air tanah di atas 100 m3/hari wajib memiliki izin.
Pasal 55 KUHP
Barang siapa yang turut serta dalam perbuatan pidana, dapat dipidana sebagai pelaku.
LSM LIRA Mukomuko Akan Laporkan ke Kejati Bengkulu
Dewan Pimpinan Daerah LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kabupaten Mukomuko menyatakan keprihatinannya terhadap situasi ini. Melalui Presidennya di daerah, LSM LIRA menyampaikan akan melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi Bengkulu untuk dilakukan pengawasan dan penindakan yang lebih objektif serta terbuka.
“Kami menduga telah terjadi praktik suap dan kongkalikong antara pihak-pihak tertentu, yang menyebabkan proses pemeriksaan para pengusaha sumur bor dan pengelola waterboom ini menjadi mandek dan diam begitu saja. Kami akan segera menyampaikan laporan resmi ke Kejati Bengkulu agar tidak terjadi impunitas hukum di daerah ini,” tegas Ketua LSM LIRA Mukomuko.
Pakar Hukum Pidana: Jangan Diam Bila Melihat Proses Hukum yang Janggal
Seorang pakar hukum pidana dari salah satu universitas ternama di Bengkulu yang enggan disebutkan namanya menanggapi situasi ini. Ia menyebut bahwa masyarakat harus proaktif mengawasi setiap proses hukum yang terindikasi tidak transparan.
“Jika ada masyarakat atau tokoh masyarakat yang melihat atau mendengar adanya proses pemeriksaan hukum yang berhenti tanpa kejelasan, terlebih disertai aroma permainan atau suap, maka tidak boleh diam. Laporkan segera ke lembaga hukum di atasnya, seperti Kejati atau bahkan KPK, agar dapat ditindaklanjuti secara profesional,” jelasnya.
Fenomena sunyinya proses hukum terhadap para pengusaha dan desa yang menggunakan air tanah melalui sumur bor menimbulkan pertanyaan besar. Masyarakat Mukomuko menunggu kejelasan dari APH terkait sejauh mana pelanggaran itu ditelusuri, serta menginginkan penegakan hukum yang adil, transparan, dan tanpa intervensi.
Jika tidak, kepercayaan terhadap penegak hukum dan tata kelola sumber daya air di daerah ini akan terus menurun, seiring kuatnya desas-desus yang tak kunjung terjawab.
Pewarta: (TIM)
SUMBER: (JUNAIDI).