INDONESIAN JOURNALIST WRITE THE TRUTH

33.5 C
Jakarta
Kamis, Maret 28, 2024

Dinilai Bebani Dunia Usaha, Suryadi JP, Tolak Kenaikan Tarif Tol

 

warta.in
Anggota Komisi V DPR RI , Suryadi Jaya Purnama menyebut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono berencana melakukan penyesuaian tarif tol. Hal ini dilakukan melihat perekonomian nasional yang kembali bergerak ,dan aturan baru terkait harga bahan bakar minyak (BBM).

Meski demikian Menteri PUPR berpendapat kenaikan tarif tol ini akan mempertimbangkan kemauan bayar pengguna atau Willingness To Pay (WTP) yang dilihat dari hasil survei. Terkait rencana kenaikan tarif tol tersebut, Pria yang kerap dipanggil SJP mengingatkan, UU No. 2 Tahun 2022 Tentang Jalan disebutkan bahwa Tarif Tol dihitung berdasarkan kemampuan bayar pengguna jalan atau ability to pay (ATP) dan bukan berdasarkan kemauan bayar pengguna atau willingness to pay (WTP).

Hal ini bisa dilihat pada Pasal 48 ayat (1) yang menyatakan bahwa Tarif Tol dihitung berdasarkan kemampuan bayar pengguna Jalan, besar keuntungan biaya operasi kendaraan, dan kelayakan investasi.

Kemudian, pada ayat (3) lanjutnya, Evaluasi dan penyesuaian tarif Tol dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali berdasarkan a. pengaruh laju inflasi; dan b. evaluasi terhadap pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan Tol.

Perbedaan kedua terminologi di atas adalah sebagai berikut. Kemampuan membayar atau ability to pay (ATP) ditentukan melalui kajian atas pola pengeluaran individu, khususnya pengguna dalam mengkonsumsi pelayanan jalan tol.

ATP akan dipengaruhi besarnya pendapatan, kebutuhan dan biaya transportasi.
Sedangkan kemauan membayar atau willingness to pay (WTP) ditentukan melalui kajian atas kesediaan individu, khususnya pengguna dalam membayar jasa pelayanan jalan tol.

ATP dan WTP biasanya ditentukan melalui survei sebelum suatu jalan tol dibangun atau diresmikan.

“Maka Seharusnya, penelitian terhadap ATP sesuai UU No. 2 Tahun 2022 Tentang Jalan di atas dilakukan secara transparan dan partisipatif mengingat kenaikan harga BBM yang terjadi saat ini sudah sangat mempengaruhi pola pengeluaran masyarakat luas pengguna jalan tol,” ujarnya melalui keterangan pers kepada Media ini Jumat,23 /09/22.

Oleh karena itu, lanjut Politisi Asal Lombok ini, pihaknya meminta Pemerintah membatalkan rencana kenaikan tarif tol, sebab kenaikan inflasi saat ini terjadi karena adanya kejadian luar biasa dampak dari kenaikan harga BBM.

Dalam pandangannya jika tarif tol dinaikkan dengan alasan penyesuaian terhadap pengaruh laju inflasi, maka kenaikan tarif tol ini justru berpotensi menaikkan laju inflasi akibat naiknya biaya logistik.

Selain itu Indonesia masih dalam pemulihan dari krisis pandemi Covid-19, di mana sektor transportasi merupakan sektor yang paling terpukul. Dengan kondisi saat ini saja biaya logistik di Indonesia masih sangat tinggi, dimana menurut penelitian Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia tahun 2017 ongkos logistik Indonesia mencapai 23,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan sejumlah negara ASEAN lainnya seperti Thailand (13,2 persen), Malaysia (13 persen), dan Singapura (8,1 persen). Kenaikan biaya logistik nantinya akan berdampak pada kenaikan harga barang-barang sehingga semakin memukul tingkat konsumsi masyarakat dan membebani dunia usaha terutama UMKM terhadap rantai pasok yang cepat dan murah.

Dia juga mengingatkan bahwa kenaikan tarif tol berpotensi menyebabkan beralihnya jalur logistik. Banyak truk yang akan kembali melewati jalur kota yang lebih terjangkau biayanya sehingga menjadi tidak sesuai dengan tujuan dibangunnya jalan tol menurut Pemerintah, yaitu sebagai “backbone” dalam konektivitas antarwilayah dan efisiensi biaya logistik di Indonesia.( sr)

Latest news
Related news