Warta In | Palembang, – Helen Maulana eks karyawan Toko Bahan Kue di Kota Palembang, yang menjadi terdakwa penggelapan dalam jabatan di vonis penjara 1.5 tahun oleh majelis hakim, mendapat reaksi minor oleh kuasa hukumnya, Sabtu (19/07/2025).
Putusan tersebut dibacakan oleh majelis hakim Kristanto SH MH pada persidangan yang digelar di PN Palembang secara Online, Kamis (17/7/25)
Dalam Amar putusan majelis hakim menyatakan bahwa perbuatan terdakwa Helen Maulana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penggelapan dalam jabatan, sehingga atas perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam pasal 374 KUHP tentang pengalaman dalam jabatan
“Mengadili dan menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Helen Maulana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan penjara “Tegas hakim ketua saat bacakan amar putusan dipersidangan
Setelah mendengar putusan yang dibacakan oleh majelis hakim terdakwa maupun JPU menyatakan sikap pikir pikir terhadap putusan tersebut
Dari hasil persidangan itu mendapat reaksi minor dari kuasa hukum terdakwa dari kantor hukum Ivan Saputra SH MH dan Patner.
Menurut Ivan majelis hakim yang memutuskan vonis terhadap kliennya seolah tak mempertimbangkan nota keberatan (Pledoi) yang disampaikan pada persidangan sebelumnya.
Meski begitu pihaknya tetap menghargai keputusan Majelis Hakim yang memvonis Helen Maulana lebih ringan 1 tahun 6 bulan ketimbang dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan ancaman 2 tahun penjara.
”kami sangat menyayangkan atas
putusan tersebut karena kami menilai majelis hakim belum
mempertimbangkan secara keseluruhan fakta-fakta yang terungkap di persidangan,”ucap Ivan Saputra SH MH didampingi tim hukumnya Rusmeli SH dan Ervian Madinata SH, Sabtu (19/07).
Sebab merujuk pada fakta persidangan yang disampaikan para saksi yang dihadirkan JPU, hampir secara keseluruhan tidak melihat mendengar atau mengalami secara langsung dugaan penggelapan yang dilakukan oleh kliennya.
” Keterangan saksi hanya mendengar dari cerita korban terkait adanya tindak pidana penggelapan dalam
jabatan sebagaimana yang didakwakan oleh JPU dengan kata lain kami menilai bahwa saksi-saksi tersebut dapat dikategorikan sebagai saksi testimonium de auditu
(saksi yang mendengar dari kesaksian orang lain),”ucap Ivan.
Dimana jika merujuk pada Pasal 1 angka 26 KUHAP: “saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Oleh karenanya, keterangan Sisca Marga Tan yang merupakan pelanggan dan Eddo merupakan karyawan dari toko tempat terdakwa bekerja, yang dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi dianggap tidak dapat dijadikan dua alat bukti yang sah.
” Selain itu dua saksi lainnya yang ada di BAP namun tidak dihadirkan oleh JPU dipersidangan, dalam putusannya majelis hakim tetap menjadikan kedua keterangan saksi yang tidak hadir di persidangan itu sebagai dasar pertimbangan,”sebutnya.
Selain itu, kuasa hukum Helen Maulana juga menilai terkait bukti-bukti petunjuk JPU tidak ada yang secara terang membuktikan adanya tindak pidana penggelapan yang dilakukan terdakwa sebagaimana yang didakwakan oleh JPU dalam dakwaan dan tuntutannya.
” Bukti petunjuknya itu hanya berdasarkan rekap percakapan whatsapp dari tahun 2023-2024 yang tidak secara terang membuktikan adanya penggelapan sebesar Rp.31 juta. Melainkan hanya berdasar dari asumsi korban yang mana nilai kerugian tersebut beluk diaudit secara resmi, dan itu tidak bisa menjadi dasar hukum “tegasnya.
Berdasarkan itu tim hukum terdakwa merasa putusan ini belum sepenuhnya mencerminkan keadilan yang seharusnya diperoleh Helen Maulana.
“Terkait tindak lanjut atas putusan ini, kami akan segera berkomunikasi dengan klien kami selaku terdakwa, untuk menentukan apakah akan melakukan Upaya hukum banding atas putusan tersebut, “tutupnya.