BOGOR – 16 OKTOBER 2025 | warta.in – Upaya eksekusi tanah dan bangunan yang dilakukan secara paksa dan sepihak oleh PT Metropolitan Land (Metland) di kediaman warga berinisial EN di Jl. Metland Cileungsi Sektor 6 Blok FD 1 No.5, Cipenjo, Cileungsi, Bogor, berakhir ricuh dan diwarnai aksi anarkis. Peristiwa ini terjadi pada hari Kamis, 9 Oktober 2025, dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai legalitas dan etika bisnis korporasi.

Kronologi Eksekusi Cacat Hukum
Sekitar pukul 10.00 WIB, sejumlah orang yang mengaku perwakilan dari PT Metropolitan Land mendatangi rumah EN. Mereka bermaksud melakukan eksekusi pengosongan rumah secara paksa. Kejanggalan muncul karena para eksekutor hanya bermodalkan surat perintah eksekusi internal dari kantor Metland, tanpa menyertakan Surat Penetapan atau Putusan Eksekusi resmi dari Pengadilan Negeri manapun.
“Tindakan ini jelas-jelas melawan hukum! Developer tidak punya otoritas untuk mengeksekusi properti tanpa putusan pengadilan, apalagi ini adalah sengketa yang melibatkan debitur BCA” tegas Kuasa Hukum EN.
“Kami menantang Metland untuk menunjukkan satu pun dokumen hukum yang membenarkan aksi sepihak mereka. Ini murni tindakan main hakim sendiri”
Bentrokan Pertama: Perlawanan Warga dan Aktivis DLR
Pemilik rumah, EN, tidak tinggal diam. Ia dibantu oleh tim Kuasa Hukum dan rekan-rekan dari komunitas Dakwah Lepas Riba (DLR). Mereka berupaya menghadang para eksekutor.
Bentrokan awal tak terhindarkan. Diawali adu mulut sengit antara tim eksekutor yang provokatif dengan Kuasa Hukum dan aktivis DLR, situasi kemudian meningkat menjadi dorong-dorongan fisik di pintu gerbang rumah. Bahkan, beberapa anggota TNI yang berada di lokasi harus turun tangan untuk melerai pertikaian demi menjaga ketertiban.
“Kami berhasil menghadang gelombang pertama eksekutor. Kami berdiri di sini bukan hanya membela properti, tapi juga membela hak asasi warga negara yang melawan kuasa korporasi besar” ujar salah satu rekan dari DLR yang berada di tempat kejadian.
Negosiasi Mentok, Tuntutan Kerohiman Ditolak
Aksi dorong-dorongan berhasil diredakan sementara melalui negosiasi yang difasilitasi oleh anggota TNI. Dalam negosiasi tersebut, pihak Kuasa Hukum EN mengajukan satu tuntutan kunci yaitu pemberian dana kerohiman kepada debitur.
Tuntutan ini dianggap sebagai kompromi yang wajar, mengingat EN telah mencicil KPR tersebut selama kurang lebih 3,5 tahun dari total pinjaman Rp 760 juta yang diajukan ke bank BCA. Debitur menyatakan bersedia mengosongkan rumah dengan lapang dada jika hak kerohimannya dipenuhi.
Namun, tuntutan kemanusiaan ini tidak direspon dengan baik, bahkan ditolak oleh pihak PT Metropolitan Land.
Bentrokan Kedua dan Dugaan Pengerahan Preman
Penolakan Metland memicu eskalasi konflik. Sekitar pukul 14.45 WIB, terjadi bentrokan kedua yang lebih brutal. Kali ini, eksekutor Metland diduga membawa sejumlah preman dari lingkungan sekitar untuk membantu aksi paksa mereka.
Dengan bantuan kelompok tak dikenal ini, eksekutor berhasil melakukan perusakan serius dengan membongkar dan merusak pintu pagar halaman serta merusak pintu masuk utama rumah EN.
> Kuasa Hukum EN : “Ini adalah tindak yang mengarah pidana perusakan dan intimidasi! Kami melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana sekelompok orang, yang diduga preman bayaran, bertindak anarkis. Kami menyayangkan, Metland memilih jalan premanisme”
Latar Belakang Kasus: Kejanggalan Proses KPR
Kasus ini berawal dari pengajuan KPR EN ke Bank BCA senilai Rp 760 juta untuk membeli rumah dari PT Metropolitan Land. Meskipun EN telah mencicil selama 3,5 tahun, ia kemudian mengalami kepailitan dua tahun lalu dan tidak dapat melanjutkan pembayaran cicilan.
Kejanggalan terletak pada fakta bahwa meskipun sengketa melibatkan KPR BCA, Developer (Metland)-lah yang mengambil alih upaya eksekusi, dan bukan Bank BCA atau melalui proses lelang resmi. Metland kemudian melakukan eksekusi paksa tanpa ada surat penetapan dari pengadilan, mengabaikan hak debitur yang telah berupaya membayar selama bertahun-tahun.
“Kami berharap OJK dan Bank Indonesia untuk segera turun tangan menginvestigasi kejanggalan proses KPR ini dan tindakan Metland yang sewenang-wenang. Ini preseden buruk bagi perlindungan konsumen dan hukum perdata di Indonesia“ tutup rekanan DLR.
Pihak EN dan Kuasa Hukum bertekad untuk mempertahankan haknya dan menempuh semua jalur hukum yang tersedia.
Hingga berita ini di turunkan, belum ada statement resmi dari pihak Bank BCA maupun PT Metropolitan Land.
red_aulia































