Inilah Hasil Audensi Aliansi Alam Bersatu Semakin Jelas Dugaan Korupsi Desa Wudi
LAMONGAN// Warta. In –Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan Media yang tergabung dalam Aliansi Alam Bersatu Jaya melakukan audiensi dengan Kepala Desa Wudi bertempat di Balai Desa Wudi Kecamatan Sambeng, Kabupaten Lamongan, Rabu (12/11/2025)
Audensi dan konfirmasi ini untuk menindaklanjuti hasil temuan sebelumnya terkait pembangunan fisik yang diduga bermasalah sejak kepala Desa Wudi Menjabat.
Audiensi tersebut dihadiri sejumlah perwakilan LSM, termasuk LSM DPD KPK Tipikor dan LSM HJM dan beberapa Media Namun, dalam pertemuan itu, Kepala Desa Wudi datang sendiri tanpa menghadirkan perwakilan pokmas atau timlak yang terlibat dalam pelaksanaan proyek desa tersebut
Ketua LSM DPD KPK Tipikor, Suliono, S.H., seusai audiensi menyatakan kekecewaannya atas sikap Kepala Desa Wudi yang dinilai tidak kooperatif.
“Pak kades tadi itu ngomong kalau mendatangkan pokmas atau timlak itu haknya dia dan dia tidak berkenan melakukan itu,” ujar Suliono seusai audiensi.
Dalam pertemuan tersebut, pihak LSM juga menanyakan sejumlah hal yang berkaitan dengan hasil investigasi lapangan sebelumnya.
“Untuk JUT dikatakan pak kades jika itu anggarannya dari DD 2025 sebesar 200 juta. Untuk lokasinya yang berada di Desa Kedungbanjar, itu dibenarkan pak kades. dia beralasan jika pembangunan JUT tersebut dilaksanakan karena akan dibangun tempat wisata yang diprakarsai oleh empat desa. Dan apa yang dilakukan tersebut merupakan hal yang sudah biasa, dikasih dan memberi bangunan bersama desa Kedungbanjar,” jelas Suliono.
Namun, Suliono menegaskan bahwa langkah tersebut menyalahi aturan yang berlaku.
“Perlu diketahui hal tersebut sudah jelas menyalahi aturan yang ada sesuai pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa juga sudah dijelaskan jika pengalihan anggaran ke desa lain merupakan penyalahgunaan kewenangan dan merugikan masyarakat desa. Apalagi nominalnya segitu besarnya meski melalui musdes,” tegasnya.
Menurut advokat yang juga memimpin DPD KPK Tipikor tersebut, hasil musyawarah desa (musdes) tidak dapat dilegalkan secara hukum apabila melanggar peraturan perundang-undangan.
Selain persoalan JUT, Suliono juga memaparkan hasil penjelasan Kepala Desa mengenai sejumlah pembangunan fisik lainnya.
Disebutkan bahwa proyek rabat beton dan TPT di dekat madrasah bukan milik Desa Wudi, melainkan milik Pokmas dan PL karena bersifat kontraktual.
Sedangkan pembangunan embung menggunakan Dana Desa tahun anggaran 2024 sebesar Rp150 juta.
“Kata pak kades, dana 150 itu digunakan untuk pengerukan embung dan membuat plengsengan,” ujarnya.
Sementara itu, pembangunan rabat beton di depan kantor desa disebut memang proyek yang didanai DD 2025 dengan nilai Rp100 juta. Untuk Bumdes dan TPT di sebelahnya, kades menyebut dikerjakan tahun 2023 namun enggan menyebut nominal anggaran.
Menanggapi pembangunan tanpa papan proyek, Suliono menilai jawaban kades justru memperlihatkan pelanggaran terhadap ketentuan keterbukaan informasi publik.
“Itu tadi sudah kita tanyakan juga, pak kades menjawab kalau pemasangan itu terserah dia, hak dia mau dipasang atau tidak. Padahal sesuai undang-undang, pembangunan apapun yang didanai oleh negara harus dipasang papan informasi proyeknya. Kades juga menyalahi aturan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” kata Suliono.
Suliono menilai ketertutupan Kepala Desa Wudi memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana desa.
“Terkait dengan dugaan kita kemaren, kami menduga hal itu diduga memang benar adanya dugaan korupsi yang dilakukan oleh kades Wudi. Karena sebagai kontrol sosial kita berhak berasumsi dan menduga, tapi dengan tidak transparannya kades Wudi ini menguatkan dugaan tersebut,” ungkapnya.
Selain itu, Suliono juga menyebut jika diberitahu oleh Kades wudi terkait keberadaan 39 ekor sapi yang dikelola pokter.
“Sayangnya di sini, bantuan sapi ini merupakan bantuan dari jaman Presiden Suharto yakni tahun 1997. Yang kami pertanyakan, kenapa bantuan yang ada di jaman pak kades lama masih dipertahankan? Sedangkan program infrastruktur yang dikelola sekaligus kades sebagai penanggung jawab, dia enggan memberikan informasi,” jelasnya.
Suliono menutup audiensi dengan menegaskan bahwa sikap tidak transparan Kepala Desa Wudi mencerminkan lemahnya tanggung jawab publik.
“Saat kami tanyai itu pak kades ngotot menjawab jika transparansi itu dari papan APBDes. Tapi papan APBDes yang dipasang itu rincian penggunaan anggarannya ditulis sangat kecil sekali, setan saja tidak bisa melihat ini. Harusnya kalau memang transparan ya dicetak yang besar agar masyarakat juga tahu,” pungkasnya.
Ia menambahkan, berdasarkan aturan, kepala desa tidak berhak menolak memberikan penjelasan terkait penggunaan anggaran pemerintahan, kecuali yang berkaitan dengan data pribadi warga atau hal yang masih dalam proses hukum. [ roy ]































