INDONESIAN JOURNALIST WRITE THE TRUTH

31.4 C
Jakarta
Rabu, Oktober 30, 2024

Kemenhub Diminta Kajian Antropometri, Terkait Pintu LRT 160 cm.

warta.in
Mataram,Jakarta – Banyak pihak kian
menyoroti ukuran pintu dari kereta LRT Jabodebek yang dikeluhkan terlalu pendek. Alasan dari PT. KAI dan Kemenhub, pintu itu didesain untuk rata-rata tinggi badan orang Indonesia yang 160 cm.

H.Suryadi Jaya Purnana ,S,T Anggota Komisi V dari Fraksi PKS mempertanyakan dasar perhitungan rata-rata tinggi badan 160 cm ini. Sementara Datanya diperoleh dari penelitian yang dilakukan 9 tahun lalu. Berdasarkan studi yang dibuat Association of Southeast Asian Nations DNA pada 2014, pria di Indonesia memiliki tinggi badan rata-rata 160 cm.
Sedangkan untuk wanita Indonesia, memiliki rata-rata tinggi badan 147 cm.

Padahal ,ujar pria yang dikenal dengan panggilan SJP ini, jika mengacu pada data terbaru World Data, laki-laki di Indonesia memiliki tinggi badan rata-rata 166 cm.Sementara untuk wanita, memiliki rata-rata tinggi badan 154 cm.

Data ini lanjutnya, didasarkan pada ringkasan studi ilmiah yang dievaluasi dan diterbitkan oleh NCD Risk Factor Collaboration (NCD-RisC). Data diambil dari 1.200 penelitian yang dirangkum dari analisis pada tahun 2020. Juga merangkum lebih dari 2.100 penelitian dari tahun 1985 hingga 2019 dan dapat ditemukan di jurnal medis The Lancet.

” Kita menyesalkan PT.INKA sebagai pembuat kereta ataupun PT.KAI sebagai operator yang tidak mengadakan studi tersendiri untuk benar-benar memastikan hal dimakdud , sehingga menyebabkan pembuatan pintu kereta yang terlalu pendek. Kesalahan itu juga disebabkan karena tidak adanya peran Pemerintah dalam hal ini Kemenhub yang seharusnya menyediakan standard perkeretaapian,”ujarnya dalam keterangan pers kepada wartawan media ini.

Oleh sebab itu,tandasnya,pihaknya meminta agar Kemenhub membuat kajian sendiri tentang data antropometri, yaitu ilmu tentang pengukuran tubuh manusia, digunakan untuk pembuatan desain furnitur yang ergonomis, klasifikasi dan perbandingan antropologis, dan sebagainya.

Data antropometri orang Indonesia nantinya ,sambung SJP, bermanfaat bukan hanya untuk pintu kereta, tapi juga tempat duduk, dan lainnya. Bukan hanya untuk perkeretaapian, tapi juga bermanfaat untuk moda yang lainnya sebagai produk dari Indonesia untuk Indonesia.

Selain itu terdapat beberapa keluhan lain terkait jarak antarkereta (headway) tiba di stasiun yang sporadis dan informasi tujuan kereta yang tidak jelas. Di dalam kereta pun, pemberitahuan melalui suara ataupun tertulis lewat panel di dalam gerbong tidak tersedia.

Begitu pula Pengereman yang masih kasar saat berhenti di stasiun, kemungkinan agar kereta berhenti tepat di titik pintu kaca pada peron stasiun. Masalah ketidaksejajaran antara pintu kereta dan pintu pembatas di stasiun (platform screen doors/PSD) ini diduga berkaitan dengan perkara integrasi persinyalan dan sistem grade of automation 3 (GoA 3) yang belum mulus. Sistem inilah yang memungkinkan LRT Jabodebek dioperasikan tanpa masinis.

“Kami juga mempertanyakan dasar kajian sehingga stasiun LRT didesain tanpa tempat parkir. Seharusnya, LRT sebagai transportasi publik dapat mengurangi masyarakat menggunakan kendaraan pribadi.
Masyarakat memarkirkan kendaraan pribadi untuk kemudian menggunakan LRT. Sangat aneh jika malah masyarakat harus parkir di tempat yang jauh dan berjalan kaki ke stasiun LRT sehingga mengurangi kenyamanan mereka,” katanya.

Seharusnya hal ini tidak perlu terjadi, serunya , apabila terdapat standardisasi yang baik dan perencanaan yang matang. Oleh sebab itu dia meminta kepada Kemenhub agar lebih serius mengembangkan standardisasi desain perkeretaapian.

” Dengan standar yang baik, Kemenhub tidak akan terlalu bergantung pada jasa konsultan proyek, baik domestik maupun asing. Hal ini akan sangat bermanfaat dalam membantu perencanaan proyek perkeretaapian, sehingga terhindar dari kesalahan-kesalahan serupa di masa yang akan datang,” jelasnya.(sr)

Latest news
Related news