INDONESIAN JOURNALIST WRITE THE TRUTH

33.5 C
Jakarta
Sabtu, April 20, 2024

Komisi V Geram ! Bunga Pinjaman menJumbo, Bea KCJB Membengkak. Siapa Tanggung Jawab?

H.Suryadi Jaya Purnama,ST,  Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS

warta.in
Mataram, Jakarta- Jadwal operasional Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) molor kembali . Setelah sebelumnya mengalami beberapa kali pengunduran. Sebelumnya diperkirakan kereta cepat akan mulai dioperasikan tanggal 18 Agustus 2023 sebagai hadiah kemerdekaan RI ke-78.

kemunduran jadwal ini tidak mengherankan karena sejak awal perkiraan bahwa jadwal operasional sebelumnya pada bulan Juni 2023 sangat tidak realistis. Sebab masa uji cobanya terlalu pendek dan dikhawatirkan berakibat pada keamanan operasional kereta cepat itu sendiri.

Selain itu, Pemerintah membawa kabar kurang sedap terkait cost overrun yang akhirnya disepakati sebesar USD 1,2 miliar. Dengan bunga pinjaman yang sangat jumbo yaitu 3,4%. ” Kita kecewa terhadap Pemerintah yang gagal menegosiasi bunga pinjaman ini, “uja H.Suryadi Jaya Purnama,ST dalam Keterangan Persnya kepada Media ini.

Menurut anggota Komisi V DPR RI ini, Bunga pinjaman dari Cina terlalu besar, apalagi jika dibandingkan dengan bunga pinjaman dari Jepang yang dulu ditawarkan hanya sebesar 0,1% dengan biaya proyek yang lebih murah.

Sehingga otomatis negara menjadi dirugikan karena kerjasama proyek kereta cepat dengan kontraktor Cina tersebut pada akhirnya jadi lebih mahal daripada penawaran Jepang.

Menurut politisi Fraksi PKS ini, kerugian terjadi karena sejak awal Pemerintah lalai, dan tidak teliti dalam melaksanakan proyek kereta cepat. Hal ini dapat disimpulkan dari fakta pembengkakan biaya proyek paling besar terjadi pada pekerjaan tanah dasar (subgrade) dan terowongan (tunnel) sepanjang 4,6 kilometer (km).
Dan mengalami tantangan konstruksi, yang seharusnya tidak perlu terjadi apabila l dilakukan survey dengan baik .

Selain itu, lanjut pria yang dikenal vokal di Komisi V ini, Cina juga tidak menghitung biaya investasi persinyalan GSM-R 900 mega hertz (mhz) . Serta sejumlah biaya proyek lainnya yang ternyata belum masuk ke perhitungan awal nilai proyek US$6 miliar yang meliputi penyediaan listrik oleh PLN, integrasi dengan Stasiun Halim LRT Jabodebek, relokasi dari Stasiun Walini ke Padalarang, pengadaan lahan, hingga eskalasi terkait dengan inflasi dan kenaikan UMR (upah minimum regional).

Jika Pemerintah teliti membaca proposal dari Cina tersebut, sambungnya, maka seharusnya biaya-biaya yang belum masuk dalam perhitungan ini sudah diketahui sejak awal. Belum lagi dengan adanya potensi kerugian kereta cepat akibat perbedaan studi kelayakan pada tahun 2017. Dimana jumlah penumpang awalnya diperkirakan mencapai 61 ribu orang per hari.
Begitu pula pada tahun 2021, asumsinya berubah menjadi hanya 29-30 ribu penumpang yang berakibat potensi kerugian lain dapat terjadi .

Begitu juga jika Pemerintah menyetujui permintaan penambahan konsesi selama 30 tahun, dari awalnya 50 tahun menjadi 80 tahun.

Maka dengan konsesi selama itu, Pemerintah hanya dapat menikmati pendapatan dari pajak penghasilan dan pertambahan nilai. ” Padahal semestinya pemerintah bisa mengantongi dividen atau saham aktif jika masa konsesi tidak diperpanjang,” ujarnya sambil menambahkan semua faktor ini menambah deretan permasalahan perencanaan dalam proyek kereta cepat.

Oleh sebab itu, tegasnya. harus ada pihak yang bertanggung jawab atas kerugian ini.Karena akibat dari kelalaian dan ketidaktelitian ini maka konsorsium BUMN (badan usaha milik negara) yang menjadi pemilik proyek kereta cepat ini harus menanggung utang dengan bunga yang tinggi.

“Kami khawatir harus ada lagi suntikan dana PMN (penyertaan modal negara) yang diambil dari APBN untuk konsorsium BUMN. Apalagi saat ini masalah penjaminan proyek masih menjadi bahan negosiasi dengan Cina. Jika Pemerintah kalah lagi dalam negosiasi terkait penjaminan ini, maka rakyat lagi yang akan dirugikan,”tegas SJP.

FPKS mengingatkan adanya kasus proyek Hambalang yang anggarannya membengkak dari Rp125 miliar menjadi Rp2,5 triliun. Akhirnya menyeret seorang mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) ke penjara. Hal ini karena dinyatakan terbukti menyalahgunakan wewenang. Sehingga menguntungkan diri sendiri dengan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Masih menurut SJP, Pembengkakan anggaran proyek KCJB ini pasti ada yang bertanggung jawab menanggung kesalahannya. ” Jika ditemukan adanya unsur penyalahgunaan wewenang yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, maka ia harus juga bertanggungjawab, ” tandasnya menyudahi.( sr)

Latest news
Related news