Anggota Komisi V DPR RI,
H. Suryadi Jaya Purnama,ST, dari Fraksi PKS
Mataram,Jakarta- Kereta commuter line kembali mengalami gangguan prasarana wesel di emplasemen Stasiun Manggarai pada kamis pagi 6 April.
Akibat gangguan ini sangat menimbulkan ketidaknyamanan pengguna kereta rel listrik (KRL). Sebab penumpang yang sudah menumpuk harus menunggu selama 20 menit. Kemudian harus berpindah dari Peron 7 ke Peron 4.
Kejadian horor ini menjadi puncak gunung es keresahan pengguna KRL yang sehari-hari harus rela berdesak-desakan karena kapasitas KRL yang belum memadai.
Keresahan pengguna KRL makin memuncak ketika muncul kabar bahwa hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebutkan tidak merekomendasikan impor kereta bekas dari Jepang untuk KRL.
Padahal kebutuhan tambahan rangkaian KRL saat ini sudah sangat urgen.
Anggota Komisi V DPR RI,
H. Suryadi Jaya Purnama,ST, dari Fraksi PKS memperingatkan jika persoalan ini tidak segera diatasi PT. Kereta Commuter Indonesia (KCI), maka akan menjadi bom waktu yang dapat meledak dalam waktu dekat.
” Kapasitas angkut KRL Jabodetabek yang saat ini mencapai 1,2 juta penumpang per hari. Sedangkan untuk melayani 1.081 perjalanan per hari, termasuk rute pengumpan, KCI membutuhkan minimal 96 rangkaian kereta, sementara 10 unit harus pensiun tahun ini yang seharusnya dapat diganti lebih dulu,” tegasnya.
Selain itu, FPKS juga menyesalkan pihak KCI yang dinilai lambat mengantisipasi hal ini. Diperparah dengan permohonan persetujuan impor KRL eks Jepang pada bulan Januari 2023 ditolak Kementerian Perindustrian (Kemenperin) . Karena tidak memenuhi syarat minimal tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan KCI harus membeli produk dalam negeri dari PT Industri Kereta Api (INKA).
” FPKS mengusulkan untuk memenuhi kebutuhan urgen ini, Pemerintah memberlakukan relaksasi TKDN sehingga KCI dapat segera mengimpor KRL eks Jepang. Minimal untuk sementara sampai selesai produksi dari INKA pada tahun 2025. Kepentingan masyarakat pengguna KRL harus menjadi prioritas nomor satu. Jika rangkaian kereta berkurang, masa tunggu antar kereta berpotensi semakin lama.Maka berimbas pada stasiun dan kereta akan menjadi semakin padat dan semrawut . Apalagi dengan penumpukan lebih dari 200 ribu penumpang per hari. Ujungnya, masyarakat yang frustasi akan beralih ke kendaraan pribadi atau moda transportasi lain. Yang makin menambah kemacetan di jalan dan polusi udara,” urainya.
Bahkan saat ini saja, dia melanjutkan, sudah ada fenomena karyawan yang resign kerja. Karena enggan transit di Stasiun Manggarai. Siapa yang harus bertanggung jawab atas kejadian ini KCI, INKA atau Kemenperin, ujar Pria yang akrab dipanggil SJP, tegas mempertanyakan.
Dalam hal ini, FPKS tidaklah pro impor produk dari luar negeri. Tapi FPKS pro terhadap rakyat yang difasilitasi dan dilayani dengan baik. Oleh karena itu, solusinya harus dicari dan diusahakan bersama, bukan ego masing-masing sektor,dia memperingatkan. Tahun 2023-2024 hendaknya menjadi fase transisi. Sebab,tahun 2025 diperkirakan jumlah penumpang makin meningkat mencapai 2 juta orang per hari. Dan kereta pesanan KCI produksi INKA sudah selesai.
Penuhnya kapasitas pabrik Madiun dan belum rampungnya pembangunan pabrik di Banyuwangi sampai Maret 2023 lalu membatasi kemampuan INKA. Selama 2 tahun ke depan. INKA harus dapat menjawab keraguan berbagai pihak terhadap kualitas produknya.
INKA dinilai belum cukup siap jika didorong untuk memproduksi rangkaian kereta berpenggerak. Artinya, baru sekadar mampu memproduksi gerbong kereta kosong. Itu pun dikeluhkan banyak yang retak.
Dilain pihak ,Kereta berpenggerak buatan INKA memiliki track record sempat bermasalah dalam tahap uji coba. Seperti LRT yang mengalami tubrukan, bahkan teranyar Kereta Makassar-Parepare juga mengalami kegagalan dalam menanjak saat uji coba.
‘ Selain itu, dengan banjirnya pesanan dari PT Kereta Api Indonesia (KAI), KCI dan berbagai negara seperti Bangladesh, Filipina, Afrika, dan Taiwan maka INKA harus mulai memetakan rantai pasok dari produksi keretanya. Mulai material seperti baja dan stainless steel, sampai penggeraknya seperti propulsi dan coupler. Jangan sampai masih impor juga. Sejumlah komponen yang harus diimpor dari Eropa akan memakan waktu lebih lama sehingga dapat membuat waktu produksi menjadi molor. Agar kontrol kualitasnya bisa lebih bagus dan kinerjanya lebih baik.
Dari itu FPKS mengusulkan agar INKA menjadi anak perusahaan KAI. Apalagi, KAI saat ini menjadi pemesan kereta terbanyak dari INKA,” usulnya.
SJP menandaskan, adanya fase transisi dengan opsi relaksasi TKDN untuk impor KRL eks Jepang selama tahun 2023-2024.
” Maka berbarengan dengan produksi KRL oleh INKA sampai tahun 2025, FPKS memastikan tak akan ada lagi ketergantungan terhadap impor setelahnya,”tegas SJP mengakhiri. (sr)