33 C
Jakarta
Kamis, Juli 17, 2025

Wartawan Investigasi

Pencari Bukti Yang Tersembunyi

Penagihan Utang Melanggar Etika? Ini Batasan Hukum UU ITE dan KUHP yang Wajib Diketahui!

Warta.in, Painan
Praktik penagihan utang yang dilakukan oleh oknum individu maupun institusi keuangan kembali menyedot perhatian publik. Di tengah ketatnya tekanan ekonomi, muncul pula tekanan mental dari cara-cara penagihan yang tidak manusiawi—tanpa kekerasan fisik, tapi menghancurkan secara psikis.

Berulang kali masyarakat menjadi korban penagihan yang dilakukan dengan cara:

  • Meneror melalui pesan WhatsApp atau telepon tanpa henti,
  • Mengancam akan menyebarkan data atau status utang ke rekan kerja atau keluarga,
  • Menggunakan kalimat bernada mengintimidasi dan merendahkan martabat,
  • Bahkan mengumumkan identitas dan jumlah utang dalam grup-grup publik.

Padahal, utang adalah urusan perdata, namun cara menagih yang melanggar batas bisa menjadi ranah pidana.

UU ITE: Batas Digital yang Tak Boleh Dilanggar
Jika penagihan dilakukan menggunakan media elektronik seperti WhatsApp, email, SMS, atau aplikasi pinjaman, maka pelaku dapat dijerat dengan:

  • Pasal 27 ayat (3) UU ITE, tentang penghinaan atau pencemaran nama baik,
  • Pasal 29 UU ITE, tentang pengiriman informasi elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau penakut-nakutan.

Ancaman hukumannya bisa mencapai 4 tahun penjara dan denda hingga Rp750 juta.

“Masyarakat harus sadar, bahwa komunikasi digital yang mengandung tekanan, teror, atau ancaman dapat menjadi bukti pidana yang sah,” jelas seorang praktisi hukum yang ditemui Warta.in.

Tanpa Media Digital Pun Bisa Dipidana: KUHP Bicara Tegas
Bila penagihan dilakukan secara langsung—tanpa media sosial—namun disertai:

  • Ucapan ancaman,
  • Pemaksaan,
  • Atau menyebar informasi memalukan ke tetangga atau rekan kerja,

Maka pelaku tetap bisa dikenai:

  • Pasal 310-311 KUHP tentang pencemaran nama baik dan fitnah,
  • Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan atau pemaksaan secara melawan hukum,
  • Pasal 112/322 KUHP tentang pembukaan rahasia pribadi tanpa hak.

Intinya, meski tidak mengandung kekerasan fisik, tekanan verbal, ancaman terselubung, dan teror psikis tetap melanggar hukum pidana.

Etika Penagihan: Diatur Jelas oleh OJK dan AFPI
OJK dan Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) secara tegas mengatur bahwa penagihan harus:

  • Dilakukan dengan sopan dan profesional,
  • Tidak menyasar pihak ketiga (keluarga, atasan, rekan kerja),
  • Hanya dilakukan antara pukul 08.00–20.00 waktu setempat,
  • Tidak menggunakan kata kasar, tekanan psikologis, atau mempermalukan.

Namun dalam praktik, masih banyak lembaga maupun oknum yang melanggarnya.

Redaksi Warta.in: Negara Wajib Hadir Lindungi Martabat Warga
Redaksi Investigasi Warta.in menegaskan bahwa di tengah krisis ekonomi dan lonjakan utang, warga yang gagal bayar bukanlah penjahat. Mereka tetap manusia yang memiliki hak untuk diperlakukan dengan hormat.

“Utang memang wajib dibayar. Tapi martabat tidak boleh diinjak. Penagihan yang melewati batas hukum dan nilai kemanusiaan adalah bentuk kekerasan baru—psikis, sosial, dan digital,” tegas Redaksi.

Warta.in mendesak aparat dan regulator untuk menindak tegas semua bentuk penagihan utang yang bersifat memaksa, menakut-nakuti, maupun mempermalukan.

Jangan Diam. Laporkan. Advokasi Hak Anda!
Jika Anda menjadi korban penagihan tidak manusiawi—baik oleh individu, koperasi, perusahaan pinjol, atau bank—jangan ragu untuk:

  • Laporkan ke OJK via https://konsumen.ojk.go.id,
  • Laporkan ke AFPI (jika pinjol terdaftar),
  • Lapor ke Polisi jika ada unsur penghinaan, ancaman, atau teror.

Editor: Tim Redaksi Investigasi Warta.in

Berita Terkait