26.1 C
Jakarta
Selasa, Juni 17, 2025

Wartawan Investigasi

Pencari Bukti Yang Tersembunyi

Polemik Izin Kost- kostan di Sunter: Antara Kepentingan Pribadi dan Aspirasi Warga

Jakarta Utara, Warta.in – Warga RT 003/RW 08, Kelurahan Sunter Jaya, Jakarta Utara, sangat geram! Sebuah rumah kos di Jalan Sunter Mas Barat I C Blok A/19 Izin operasional yang dikeluarkan dianggap cacat prosedur karena mengabaikan aspirasi warga. Mediasi di kantor RW 08 Sunter Jaya pada Kamis (22/5/2025) belum membuahkan hasil.

“Pak Cristian membeli rumah ini pada 2016 dan merenovasinya. Walau awalnya izin renovasi diperoleh dengan persetujuan warga, kami mendapati rumah tersebut diubah menjadi kost-kostan tanpa sepengetahuan kami,” ujar Petrus, Ketua RT 003/RW08.

Ia menjelaskan bahwa peninjauan oleh pihak kelurahan menemukan bukti perubahan signifikan pada bangunan. Meskipun warga menolak, izin kost-kostan tetap dikeluarkan, bahkan setelah mediasi tahun 2023 warga tetap secara konsisten memutuskan penolakan.

“Tahun 2024, kami menghadapi tekanan dari pengacara Pak Kristian, termasuk pemasangan spanduk paksa. Mediasi ulang pun tak membuahkan hasil. Keberatan kami bukan hanya soal proses perizinan yang tidak transparan, tetapi juga kapasitas bangunan yang tidak memadai untuk jumlah penghuni, khususnya lahan parkir. Intinya, sejak tahun 2016 hingga kini, warga tetap menolak keberadaan kost-kostan ini,” jelasnya.

Roy, selaku Ketua RW 08, secara tegas meminta pencabutan izin operasional rumah kost dimaksud, karena dinilai proses perizinan rumah kost tersebut tidak memenuhi ketentuan partisipasi lingkungan sebagaimana mestinya. Bangunan rumah kost tersebut diketahui tidak memiliki persetujuan tertulis dari pemilik rumah yang berbatasan langsung di sisi kiri, kanan, maupun depan.

Ia juga menambahkan persetujuan warga merupakan salah satu persyaratan wajib dalam proses perizinan rumah kost, sebagaimana tercantum dalam Formulir Persyaratan Izin Rumah Kost, pada Checklist Nomor 4, yang mewajibkan adanya persetujuan dari tetangga di sisi kiri, kanan, depan, dan belakang, disertai salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP) masing-masing.

“Perlu ditegaskan bahwa keberatan dan penolakan warga terhadap pendirian rumah kost tersebut merupakan hasil keputusan kolektif yang sah, yang diambil melalui forum rembuk warga sebagaimana diatur dalam Bab IV Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 22 Tahun 2022 tentang Rukun Tetangga dan Rukun Warga,” tegasnya

Ia menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa setiap bentuk pengabaian terhadap hasil musyawarah warga tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di lingkungan permukiman.

“Kami bukan menolak pembangunan, tapi prosesnya yang tidak transparan. Kami sangat menyayangkan proses perizinan mengabaikan aspirasi warga.!” tegas salah satu warga yang enggan disebutkan namanya. Mereka menuntut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPMPTSP untuk mencabut izin rumah kost tersebut.

Christian pemilik Kost – kostan meminta kebijakan kepada warga agar usaha kostannya tetap berjalan.

” Saya mohon kepada warga RW 08 untuk mempertimbangkan kembali,” ucapnya.

Kejadian ini menjadi sorotan tajam tentang pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses perizinan pembangunan di lingkungan sekitar. Apakah pemerintah akan mendengarkan suara rakyat ?

Berita Terkait