Proyek Rp1,8 M Revitalisasi SMP Muhammadiyah Sukamandi Diduga Sarat Kecurangan
Warta In Jabar, Ciasem Subang – Proyek revitalisasi SMP Muhammadiyah Sukamandi, Kabupaten Subang, dengan nilai bantuan pemerintah mencapai Rp1,847 miliar dari APBN Tahun Anggaran 2025 kini diselimuti dugaan kecurangan. 17 September 2025.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, Karang Taruna Sukamandijaya yang diketuai D bersama Ketua LPM Desa K diduga menerima komisi Rp10 juta dari toko aluminium TediLazze. Komisi itu disebut sebagai syarat agar toko material mendapat jatah pekerjaan pemasangan aluminium di sekolah.
Padahal, sesuai ketentuan, pengadaan barang untuk sekolah mestinya dilakukan melalui SIPLah (Sistem Informasi Pengadaan Sekolah) dan bersifat non-tunai. Dugaan pemberian komisi di luar sistem ini mengindikasikan adanya praktik yang menyalahi aturan pengadaan pemerintah.
Pantauan di lapangan menemukan tidak adanya gambar kerja (shop drawing) dan jadwal pekerjaan yang terpampang di lokasi. Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya permainan dalam pelaksanaan proyek, mulai dari pemberian komisi hingga mark-up harga material yang berpotensi merugikan anggaran negara.
Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah Sukamandi, Wildati Solihah, yang juga bertindak sebagai Penanggung Jawab sekaligus Ketua P2SP (Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan), ketika dimintai tanggapan terkait keberadaan dokumen teknis justru terkesan tidak transparan. Ia menyebut bahwa gambar kerja ada pada pengawas proyek, Pak Diana, yang keberadaannya di Subang, bukan di lokasi proyek. Bahkan, ketika dicari, pelaksana lapangan bernama Anton juga tidak tampak berada di lokasi pekerjaan.
Lebih jauh, Wildati juga menyampaikan bahwa belanja material bisa dilakukan langsung di wilayah sekolah tanpa menggunakan nama perusahaan material, bahkan bisa secara pribadi. Pernyataan ini dinilai bertentangan dengan aturan resmi, mengingat mekanisme pengadaan untuk sekolah wajib melalui sistem SIPLah dengan transaksi non-tunai dan melibatkan penyedia terdaftar.
Selain itu, pemasangan aluminium diduga tidak sesuai ukuran dan spesifikasi teknis sebagaimana kontrak. Lebih parah lagi, para pekerja terlihat tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), yang jelas melanggar standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 1970 dan Permenaker No. 5 Tahun 2018.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pengawas pembangunan belum memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan ketiadaan dokumen teknis di lokasi serta pengabaian keselamatan kerja.