Warta.in || AS (57) mantan Kepala Desa Citamiang, Kecamatan Kadudampit, Sukabumi harus mendekam dibalik jeruji besi usai diamankan pihak kepolisian atas tindak pidana korupsi dana desa.
Kapolres Sukabumi Kota, AKBP Rita Suwadi mengatakan, AS menggunakan dana desa sebesar Rp201.192.053 yang bersumber APBN tahun 2018-2019.
“Dana desa ini dipergunakan AS untuk kepentingan pribadinya seperti kampanye pemilihan kepala desa hingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp201.192.053,” kata Rita pada konferensi pers di Mapolres Sukabumi Kota, Jumat (20/9/2024).
Aksi haramnya mulai terkuak usai pihak Inspektorat Kabupaten Sukabumi melakukan pemeriksaan keuangan di tahun 2022 yang menunjukan adanya dugaan penyelewengan dana desa.
Lebih lanjut terkait penyelewengan dana yang dilakukan meliputi, tidak dilaksanakannya pembangunan, pengadaan kamera, dan kegiatan rambat beton yang kekurangan volume.
“Setelah diberikan waktu oleh Inspektorat Kabupaten Sukabumi, untuk membayar TGR, tidak dilaksanakan oleh AS, sehingga Inspektorat Kabupaten Sukabumi melaporkan kepada kita pada Juli 2022 lalu,” lanjut Rita.
“Dari situ lalu kita melakukan penyelidikan, dari penyelidikan kita tingkatkan statusnya ke penyidikan di tahun 2023. Kemudian dilakukan gelar perkara di bulan Juli 2024 untuk penetapan tersangka,” tambahnya.
Lebih lanjut, pelaku sempat mengembalikan dana sebesar Rp60 juta saat proses penyidikan tengah berlangsung dengan cara dicicil.
“Pertama pelaku mengembalikan uang Rp10 juta, terus Rp40 juta pada saat lidik dan Rp10 juta pengembalian uang pada saat statusnya sidik,” katanya.
Kemudian Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Sat Reskrim Polres Sukabumi Kota menetapkan AS sebagai tersangka dan sempat melakukan pemanggilan sebanyak dua kali. Namun yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan tersebut.
“Setelah ditetapkan tersangka itu, kita panggil 1 kali dan yang bersangkutan tidak datang itu pada Juli 2024. Kemudian kita panggil lagi, di Agustus 2024 dan surat panggilannya kita serahkan kepada anaknya. Namun yang bersangkutan tidak datang juga,” ungkapnya.
“Setelah ditetapkan tersangka itu, pelaku telah buron selama 2 bulan. Saat itu, kita melakukan pencarian. Namun pihak keluarganya menutupi keberadaanya. Makanya, kita menyimpulkan bahwa yang bersangkutan tidak kooperatif,” pungkasnya.
Pihak kepolisian sempat mengalami kesulitan untuk menangkap pelaku. Nomor yang biasa digunakan pelaku sudah tidak aktif, ditambah lagi pihak keluarga tidak mengetahui keberadaan pelaku karena sudah bercerai dengan istrinya.
“Kemudian kita buka aplikasi khusus melalui NIK, dan ternyata ada beberapa nomor kontak handphone serta ada nomor handphone yang aktif. Setelah itu, kita coba cek pose, kemudian kita buka CDR-nya, dan pada saat malam 17 September 2014, kita minta bantuan untuk pencarian tersangka dengan menggunakan DF,” bebernya.
“Setelah bekerja keras, akhirnya pihak Kepolisian berhasil menangkap tersangka di rumah temannya, tepatnya di Kampung Cijabon, RT 21/RW 07, Desa Cimahi, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi,” tambahnya.
Terkait Dana Desa yang dikorupsi digunakan untuk kampanye, menurutnya hal itu dilakukan pada pemilihan kepala desa tahun 2020.
Setelah gagal di pemilihan kepala desa, tersangka menggunakan uang hasil korupsi untuk kebutuhan sehari-harinya yang bekerja sebagai buruh harian lepas.
“Uang digunakan untuk dana kampanye untuk pemilihan kepala desa di tahun 2020. Karena, saat itu AS masa jabatannya sampai tahun 2019. Nah, di tahun 2020 ia akan mencalonkan lagi menjadi kades dan uang kampanye-nya menggunakan dana desa. Namun, AS tidak terpilih atau tidak menang,” ucapnya. Adapun barang bukti yang turut diamankan pihak kepolisian dari tersangka adalah satu bundel dokumen serta uang tunai sebesar Rp10.000.000.
Atas tindakan korupsi tersebut, tersangka dikenakan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 atas perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan paling sedikit 4 tahun, atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana paling lama 20 tahun dan paling sedikit 1 tahun.***(RAF)