28.9 C
Jakarta
Sabtu, Juli 12, 2025

Wartawan Investigasi

Pencari Bukti Yang Tersembunyi

Tragedi di Umbul Lima: Serangan Satwa Buas Menewaskan Warga Lansia

Warta.in,Lampung Barat, 10 Juli 2025 — Masyarakat Umbul Lima, Pekon Sukabumi, Kecamatan Batu Brak, Kabupaten Lampung Barat, digemparkan oleh penemuan jenazah seorang pria lanjut usia yang diduga menjadi korban serangan hewan buas. Korban diketahui bernama Misni (63 tahun), warga setempat yang dilaporkan ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa dan tubuh tidak utuh lagi.

Penemuan tragis ini terjadi pada Kamis sore (10/07/2025) sekitar pukul 19.30 WIB, ketika warga setempat mencurigai keberadaan tubuh manusia di area perkebunan yang berbatasan dengan kawasan hutan. Menurut keterangan warga sekaligus Camat Kecamatan Suoh, Daved Jakson, yang dihubungi melalui pesan WhatsApp oleh awak media, korban memang dikenal sering berkebun di lokasi tersebut. Saat kejadian, Daved tengah berada di Bandar Lampung.

“Benar, telah ditemukan seorang warga atas nama Misni dalam keadaan meninggal dunia di kebun milik warga di Umbul Lima. Dugaan sementara, korban menjadi mangsa binatang buas. Saat ditemukan, kondisi korban penuh luka cakaran dan salah satu kakinya hanya tersisa tulang,” ujar Daved.

Informasi lapangan menyebutkan bahwa lokasi kebun tempat korban ditemukan berbatasan langsung dengan kawasan hutan yang masih alami, tempat habitat berbagai jenis satwa liar, termasuk hewan predator seperti harimau sumatera, beruang madu, dan babi hutan.

Kondisi tubuh korban yang mengalami luka parah dan kehilangan sebagian anggota tubuh menimbulkan dugaan kuat bahwa korban diserang oleh satwa liar. Namun hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) ataupun pihak berwenang terkait identifikasi jenis hewan yang diduga menyerang korban.

Masyarakat setempat segera melakukan evakuasi jenazah dari lokasi kejadian menuju rumah duka. Prosesi pemakaman rencananya dilakukan secara adat setelah jenazah diserahkan kepada keluarga.

Kejadian ini menambah kekhawatiran warga terhadap potensi konflik manusia dan satwa liar, mengingat aktivitas berkebun sering dilakukan di wilayah yang beririsan langsung dengan habitat satwa.

Dari sudut pandang etika lingkungan dan kebijakan konservasi, kasus ini mencerminkan ketegangan antara kebutuhan manusia akan lahan produktif dan upaya pelestarian kawasan hutan. Minimnya batas yang jelas antara permukiman dan habitat satwa bisa memicu konflik seperti ini, terutama ketika eksploitasi lahan tidak diimbangi dengan mitigasi risiko serangan hewan buas.

Dalam konteks hukum dan perlindungan masyarakat, perlu dikaji ulang sistem peringatan dini dan edukasi warga terhadap potensi ancaman satwa liar, terutama bagi komunitas yang tinggal atau berkegiatan di sekitar hutan konservasi.

Tragedi ini menjadi pintu masuk penting bagi studi lanjutan mengenai human-wildlife conflict di kawasan penyangga hutan Sumatera. Ke depan, perlu ada kolaborasi lintas sektor antara pemerintah daerah, BKSDA, TNI/Polri, dan akademisi untuk menyusun peta risiko serta strategi adaptif berbasis komunikasi.

(Asih)

Berita Terkait