INDONESIAN JOURNALIST WRITE THE TRUTH

25.4 C
Jakarta
Sabtu, Juli 27, 2024

Usulan Revisi UU IKN Membuktikan Lemahnya Tata Kelola Pemerintahan

 

warta.in
Jakarta- Mataram, Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) belum sampai setahun disahkan, namun Kamis (23/11) Pemerintah melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengusulkan revisinya. Usulan revisi tersebut disampaikan dalam rapat pleno bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023.

Pemerintah beralasan revisi UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN ini diperlukan untuk percepatan proses persiapan pembangunan IKN, serta penyelenggaraan pemerintah daerah IKN, dengan memperkuat Otorita IKN secara optimal. Penguatan tersebut dilakukan melalui pengaturan kewenangan khusus pendanaan pengelolaan barang milik negara dan pengelolaan kekayaan IKN yang dipisahkan.

Di antaranya dengan memberikan aturan terkait pembiayaan, kemudahan berusaha, fasilitas penanaman modal, ketentuan hak atas tanah yang progresif, dan adanya jaminan kelangsungan untuk keseluruhan pembangunan IKN.

” FPKS sejak awal sudah menolak untuk membahas UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN karena kondisi perekonomian kita belum membaik dan berbagai alasan lain juga sudah disampaikan saat pembahasan RUU-nya. FPKS juga melihat adanya banyak kepentingan yang membuat pembahasan UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN sangat tergesa-gesa, yang kemudian terbukti dengan usulan revisi di atas. Dengan hanya 43 hari pembuatannya, tingkat partisipasi publik menjadi sangat rendah untuk hal sepenting ibu kota negara. Selain itu, dari sisi pembangunan IKN, adanya kebutuhan revisi UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN ini berpotensi memperlihatkan bahwa kemampuan finansial negara tidak cukup dan belum ada kejelasan tentang investor yang berminat untuk ikut mengembangkan IKN,” tandas H. Suryadi Jaya Purnama,Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, melalui keterangan persnya kepada wartawan media ini.

Suryadi melanjutkan, Yang ada hanya klaim-klaim sepihak dari Otorita IKN mengingat belum ada kejelasan Otorita IKN ini mitra komisi DPR RI yang mana dan belum pernah ada Rapat Kerja antara Otorita IKN dan DPR RI membahas investor IKN.

Terkait penguatan terhadap Otorita IKN, FPKS memandang pemerintahan IKN Nusantara yang berbentuk pemerintahan daerah khusus yang dipimpin oleh Kepala Otorita IKN sudah memiliki kedudukan yang terlalu kuat. Kedudukan Kepala Otorita IKN sendiri adalah setingkat dengan menteri yang kewenangannya juga sudah meliputi kewenangan sejumlah menteri.

Adapun sejumlah kewenangan Kepala Otorita IKN dalam UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN sebagai berikut
Pertama Menerbitkan penetapan lokasi pengadaan tanah di Ibu Kota Nusantara (Pasal 16 ayat (5)).

kedua Pengalihan hak atas tanah di Ibu Kota Nusantara wajib mendapatkan persetujuan Kepala Otorita IKN (Pasal 16 ayat (12)).

Ketiga Dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN, serta penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus Ibu Kota Nusantara, kekuasaan presiden sebagai pengelola keuangan negara dikuasakan kepada Kepala Otorita IKN (Pasal 23 ayat (1)).

Keempat Berkedudukan sebagai pengguna anggaran atau pengguna barang untuk IKN (Pasal 23 ayat (2)).

Kelima, Selaku pengguna anggaran atau pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran IKN (Pasal 25 ayat (1)).

Keenam , Menyusun rencana pendapatan IKN apabila Otorita IKN memperoleh pendapatan dari sumber lain yang sah atau pendapatan yang berasal dari pajak khusus atau pungutan khusus (Pasal 25 ayat (2)).

Ketujuh, Pengguna barang atas Barang Milik Negara dan aset dalam penguasaan yang berada dalam pengelolaannya (Pasal 33).

FPKS berpendapat jika Kepala Otorita IKN ditambah lagi wewenangnya dalam rencana revisi UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN, akan semakin menambah buruknya tata kelola Pemerintahan yang ada.

Dalam rencana revisi UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN, wewenang Kepala Otorita IKN akan dikuatkan dengan kewenangan khusus pendanaan pengelolaan barang milik negara dan pengelolaan kekayaan IKN yang dipisahkan.

Padahal dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 9 disebutkan bahwa menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang mengelola barang milik/kekayaan negara dan Pasal 10 disebutkan bahwa kepala satuan kerja perangkat daerah mengelola barang milik/kekayaan daerah.

Pada Pasal 6, Menteri Keuanganlah yang menjadi Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan dan sedangkan gubernur/bupati/walikota mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Tidak ada terminologi kepala Pemerintah Daerah Khusus IKN yang berkedudukan setingkat menteri seperti halnya Kepala Otorita IKN sehingga menjadi ambigu apakah Otorita IKN mengelola barang milik/kekayaan negara ataukah daerah dan apakah Otorita IKN menjadi wakil untuk kepemilikan kekayaan yang dipisahkan untuk negara ataukah daerah.

“Oleh sebab itu FPKS menolak adanya revisi UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN dalam rangka penguatan Otorita IKN. Sebab dengan revisi UU tersebut, tata kelola keuangan dan kekayaan negara di wilayah IKN menjadi amburadul dan tidak akuntabel karena ketidakjelasan posisi Kepala Otorita IKN sebagai menteri/pimpinan lembaga ataukah kepala daerah.

Ditambah lagi tidak adanya sistem perwakilan rakyat yang merupakan representasi dari penduduk yang mendiami wilayah IKN membuat tidak adanya pengawasan terhadap Otorita IKN.. FPKS menolak rencana revisi UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN usulan Pemerintah tersebut.

Dalam sisa periode pemerintahan dua tahun ke depan, imbuh politisi FPKS dari Pulau Lombok ini mengajak Pemerintah dan DPR RI lebih fokus ke pembahasan perundang-undangan lainnya yang lebih prioritas dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat daripada memperkuat Otorita IKN.(sr)

Latest news
Related news