Warta In | Palembang – Bertempat di Pempek Candy, Jalan Jenderal Sudirman, Palembang, digelar konferensi pers terkait kasus dugaan penghinaan dan pelanggaran hukum yang menimpa A. Fuadi Irawan, yang biasa dipanggil Adi BGP, oleh berinisial N. Selasa (31/12/24).
Dalam konferensi pers ini, Irawan menjelaskan kronologi peristiwa yang memicu kerugian moral dan penghinaan terhadap dirinya. “Awalnya, saya berkomentar di media sosial terkait berita viral seorang oknum ASN yang berselingkuh. Saya memberikan nasehat kepada pihak yang terlibat, meminta mereka untuk lebih bijak dan menjaga rumah tangga mereka. Namun, komentar saya justru disalah artikan,”ungkap Irawan.
Ia melanjutkan, komentar yang dilontarkannya mengenai permasalahan tersebut justru membuat pihak yang merasa tersinggung menyerang akun media sosialnya. “Mereka kemudian menyebarkan foto saya dan foto kepala daerah di Sumatera Selatan, serta menyebar opini yang merugikan saya, dengan mengaitkan saya pada masalah yang tidak ada hubungannya dengan saya. Bahkan, foto-foto tersebut diambil tanpa izin saya,” jelas Irawan.
Dia menegaskan bahwa tindakan tersebut sangat merugikan kehormatan dan privasinya. “Ini sudah mencemarkan nama baik saya, dan mereka telah menyerang kehormatan saya tanpa izin atau konfirmasi sebelumnya. Mereka menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menghinakan saya dan menyebarkan informasi yang salah,” tambah Irawan.
Sementara itu, sebagai kuasa hukum Irawan, M. Sanusi AS., SH., MM., menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh “N” tersebut sudah melanggar Pasal 27 A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua Undang-Undang ITE.
“Menurut hukum, setiap orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain melalui media sosial dapat dikenakan pidana. Kami beranggapan bahwa tindakan ini memenuhi unsur-unsur penghinaan dalam Undang-Undang ITE, yang mengatur tentang sanksi pidana berupa hukuman penjara maksimal 4 tahun atau denda hingga 750 juta rupiah,” jelas M. Sanusi.
Sanusi juga akan melakukan Somasi kepada “N” tersebut, dengan waktu 48 jam untuk meminta maaf secara terbuka melalui media sosial. “Kami memberikan kesempatan kepada pihak tersangka untuk meminta maaf secara terbuka di media sosial dalam waktu 2×24 jam. Jika tidak, kami akan mengambil langkah hukum lebih lanjut, yaitu melalui somasi dan melaporkan masalah ini ke pihak kepolisian,” tegas Sanusi.
Sanusi menambahkan, tindakan ini bertujuan untuk memberikan efek jera agar kejadian serupa tidak terulang lagi, serta untuk melindungi hak dan kehormatan kliennya. “Kami berharap tersangka menyadari kesalahannya dan segera meminta maaf. Jika tidak, kami akan melanjutkan dengan tindakan hukum,” kata Sanusi.
Konferensi pers ini menjadi bukti keseriusan pihak korban dalam menanggapi masalah penghinaan di dunia maya yang dapat merugikan kehormatan dan reputasi seseorang. Dengan adanya regulasi yang tegas terkait pelanggaran di media sosial, diharapkan kejadian serupa dapat diminimalisir di masa depan.