Oleh : DR. Abdy Yuhana
OPINI – Dalam perspektif membaca amandemen/perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan terbatas pada pasal yang terkait tentang arah haluan negara dalam terminologi kekinian disebut dengan pokok -pokok Haluan Negara (PPHN) perlu ditelaah dan dibaca secara komprehensif dengan melihat kondisi Indonesia tidak bisa hanya dilihat dalam sepenggal narasi tentang sistem pemerintahan presidensial yang sangat meniru sistem dari Luar ( replikasi ) dengan tidak melihat situasi Indonesia.
Membaca amandemen sangatlah penting ketika melihat kondisi Indonesia yang saat ini ingin terus mendorong pada pemenuhan persoalan basic Needs, pengelolaan SDA, pembangunan SDM- yang pada tahun 2045 genap berusia 100 Tahun.
Jangan sampai kemajuan Indonesia menjadi ‘jalan ditempat’ hal itu terjadi karena persoalan hanya dengan reasioning untuk menjaga kemurnian sistem pemerintahan presidensial melalui doktrin (leave us alone), menyerahkan arah pembangunan negara pada satu cabang kekuasaan negara yaitu Presiden (eksekutif). program-program pembangunan di Indonesia didasarkan pada program presiden terpilih, tidaklah tepat dalam kontek negara sebesar dan semajemuk Indonesia.
Indonesia perlu visi pembangunan yang terencana, berkelanjutan dan menyeluruh tidak hanya mengikuti masa periodesasi presiden dan setelah presiden berganti maka berubah lagi arah pembangunannya, seperti tari poco-poco ke kiri -ke kanan, berputar tanpa bisa maju kedepan.
Kesadaran berbangsa dan bernegara perlu melihat potensi yang dimiliki berdasar pada geografi politik yang ada. Napoleon mengatakan, politik negara berada dalam geografinya, Bismarck berpendapat. Hanya satu hal yang tidak pernah berubah dalam politik-Politk negara yaitu geografinya dan Bung Karno menyampaikan, jika manusia Indonesia tidak lagi peka dan memahami potensi besar geopolitiknya maka ia akan tetap jatuh menjadi bangsa Kuli yang menjadi kuli di antara bangsa-bangsa .
Sehingga menjadi relevan Jika melihat resources yang dimiliki bangsa Indonesia akan menjadi negara yang besar dan bersaing dengan negara maju lainnya asalkan memiliki ‘rute’ yang jelas yaitu rute menuju Indonesia Raya. Maka, sebagaimana rute, arah perlu Pengelolaan negara yang didasarkan pada kebutuhan Indonesia, bukan rute, arah negara lain. Pasalnya, cara berjuang Indonesia pasti tidak sama dengan negara-negara lain yang memiliki geopolitik yang sangat jauh berbeda dengan Indonesia.
Sebagaimana ditulis I Basis Susilo, India saat ini sudah memasuki Repelita 12 yang ingin mentransformasi negeri ini kedalam negara maju, Thailand kini memasuki repelita ke 12, pembangunan SDM, mendukung risset dan pengembangan untuk meningkatkan inovasi dan nilai tambah produk memperbaiki angkatan kerja, meningkatkan daya saing UKM dan mendukung gerakan ‘ekonomi digital’. Tiongkok, memasuki Repelita 13, bahkan pada 2025 negeri ini mencanangkan target menyamai Jepang, 2050 jadi negara maju secara relatif, 2080 menyamai AS dan 2100 menjadi negara adidaya yang menggantikan AS.
Dengan adanya amandemen yang menegaskan tentang PPHN maka visi pembangunan Indonesia tidak hanya diserahkan pada satu cabang kekuasaan negara yaitu presiden tetapi juga melibatkan representasi politik lainnya yang terwadahi dalam MPR yaitu representasi politik dan representasi daerah – lebih sempurna jika ada represtasi fungsional (utusan golongan ).
Kekhawatiran yang berlebihan sesungguhnya sangatlah tidak beralasan toh sudah ada kesepakatan bahwa dalam kontek sistem politik (ketatanegaraan ) Indonesia Sudah ada konsensus untuk tetap pada pakem sistem pemerintahan Presidensial selain meneguhkan negara kesatuan dalam bentuk negara dan tidak akan mengubah pembukaan UUD 1945.
Litbang Kompas melakukan jajak pendapat dengan judul GBHN, membumikan panduan sebagaimana yang ditulis oleh Ayu Siantoro, wacana menghadirkan kembali garis-garis besar haluan negara diyakini publik dapat menjawab kegelisahan karena merangkum arah pembangunan pusat dan daerah. Mayoritas responden sebanyak 86 persen merespons positif setuju gagasan untuk menghadirkan lagi GBHN yang bersifat ideologis daripada rencana pembangunan jangka panjang nasional (RJPN). Lebih lanjut, sebagian publik yakin bahwa GBHN atau panduan lain yang bersifat ideologis dan konsisten mampu mengarahkan pembangunan jangka panjang menuju kemakmuran rakyat, terpenting adalah negara ini memiliki panduan yang membumi untuk memandu ke mana negeri ini akan melaju.
Sehingga dalam Kontek ini, memaknai perubahan terbatas terhadap konstitusi UUD 1945, harus dilihat sebagai ikhtiar untuk Indonesia Yang lebih baik kedepan dengan mengakomodasi lagi PPHN dalam Konstitusi UUD 1945 dan yang terpenting dibutuhkan kesadaran bersama (konsensus) bahwa Indonesia harus menjadi negara besar dan bangsa yang maju. (Redaksi)