Eks Bandara Selaparang Lombok NTB, tutup tahun 2011
warta.in
NTB,Jakarta- Kementerian Perhubungan, melalui Keputusan Menteri Perhubungan No 31/2024 telah mencabut status 17 bandara internasional karena dianggap sepi.
Bandara internasional tercabut statusnya itu dinilai menggerus devisa negara lantaran banyaknya masyarakat yang bepergian ke luar negeri.
Alasan lain dari pemangkasan itu untuk meningkatkan gairah pariwisata, terutama mendorong masyarakat berlibur di dalam negeri.
” Namun demikian keputusan ini banyak menuai protes dari masyarakat karena tidak semua warga yang bepergian ke luar negeri untuk berwisata. Tapi Banyak juga warga yang ke luar negeri karena keperluan berobat, bisnis dan urusan pekerjaan,” tandas H. Suryadi Jaya Purnama,ST, Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS.
Menurutnya, bandara internasional yang dekat dengan warga, akan mempermudah urusan mereka dalam memenuhi kebutuhannya tersebut. Khususnya yang terkait pengobatan, karena fasilitas kesehatan yang memadai belum merata di seluruh Indonesia.
Dicontohkan Bandara Supadio di Pontianak dengan status internasional sangat mempermudah warga Kalimantan Barat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Kuching, Sarawak, Malaysia yang lebih dekat dan dianggap lebih memberikan kepastian dalam hal diagnosis penyakit. Sedangkan jika harus ke Jakarta, biaya penerbangan menjadi lebih mahal.
” Kita menyayangkan adanya keputusan tersebut. Seharusnya, Pemerintah melakukan komunikasi dengan stakeholder terkait untuk mencari solusi bersama terlebih dahulu. Sebab bandara-bandara yang sekarang sudah tidak lagi berstatus internasional itu, dulunya dibangun menggunakan APBN. Dengan tujuan untuk mendatangkan wisatawan mancanegara langsung ke daerah tujuan. Sehingga pencabutan yang tiba-tiba dan tanpa kajian yang komprehensif ini bagai mengulang kesalahan yang sama seperti saat membangunnya yang juga tidak disertai kajian yang komprehensif,”
jelas politisi asal Pulau Seribu Masjid ini dalam Keterangan Resminya kepada Wartawan media ini.
Selain itu diapun mencermati ketidakkonsistenan pemerintah karena alasan pariwisata sehingga menurunkan status bandara internasional yang sudah ada menjadi bandara domestik.
Lebih jauh Pria pemilik panggilan SJP ini menjelaskan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 40 Tahun 2023. Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 39 Tahun 2019. Tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional pada Pasal 39 malah menghilangkan syarat kajian potensi wisatawan mancanegara yang menggunakan angkutan penerbangan paling sedikit 100.000 orang per tahun.
“Oleh karena itu kita minta KM 31/2004 agar dikaji ulang, dengan melibatkan stakeholder seperti maskapai, pemerintah daerah dan masyarakat pengguna bandara, tidak hanya dengan menteri yang membidangi pertahanan keamanan dan menteri yang membidangi urusan kepabeanan, keimigrasian dan kekarantinaan seperti yang disebutkan pada Pasal 40 PM 39/2019.,” tegasnya.
Disamping itu menurutnya, Pemerintah pusat juga harus memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk mempertahankan status bandara internasionalnya, seperti yang terjadi pada Bandara Internasional Minangkabau (BIM), jangan lantas menerima begitu saja diturunkan statusnya menjadi bandara domestik.
Sementara Untuk meningkatkan utilitas bandara internasional di daerah, pihaknya mendorong agar daya tarik wisata ataupun ekonomi lainnya diperkuat. Termasuk juga ditingkatkannya pelayanan kesehatan di daerah seperti di Kalimantan Barat, bukannya diturunkan statusnya menjadi bandara domestik.(sr)